PERGURUAN TINGGI DAN PROFESIONALISME TENAGA
KEPENDIDIKAN
(STUDI DI STAISMAN PANDEGLANG)
MASRUPI
Kecenderungan perubahan dunia pendidikan masa mendatang selalu melibatkan kehilangan
masa lalu, rutinitas, kenyamanan, dan hubungan. Dampak dari perubahan adalah
pertumbuhan dan perkembangan baik yang mengarah pada hal yang positif maupun
yang negatif. Bila perubahan berdampak positif maka masyarakat menjadi
antusiasme, memiliki kesempatan, dapat mengalahkan tantangan, memperoleh
keterampilan baru, adanya pengharagaan, memberikan kepuasan, bertambah
pengalaman dan timbul minat belajar dan memberikan dorongan motivasi. Sedangkan
yang berdampak negatif, maka masyarakat menjadi ketakutan, timbul kegelisahan,
kehilangan kepercayaan, terserang stress, kebingungan, kehilangan teman dan
jauh dari kelompok, terjadi konflik dan menimbulkan masalah bagi keluarga.
Mahasiswa sebagai Agent of Change diharapkan mampu dan memiliki kompetensi
untuk mengelola perubahan agar tetap maju dalam gelombang perubahan yang
berkesinambungan. Tuntutan paradigma baru pelayanan pendidikan tinggi harus
lebih baik, baru, cepat, sederhana,
murah, terbuka, rasional, profesional,
maju dan mandiri (better, newer, faster, simpler, cheaper, transparant,
rasional, professional, develop, and independent) .
I. pendahuluan
Perubahan kondisi dunia pendidikan di masa mendatang
dalam bentuk kecenderungan persaingan yang makin ketat, masuknya pesaing baru dari negeri jiran baik negara berkembang
maupun negara maju yang juga melaksanakan program pendidikan, berubahnya
tingkat ekonomi masyarakat, perubahan
IPTEK dengan cepat, akan mempengaruhi secara langsung terhadap kondisi pembangunan di Indonesia.
Bidang pendidikan kita yang rapuh dan kurang mampu bersaing secara
global akan terancam eksistensinya, dan hanya lembaga pendidikan yang memiliki
keunggulan bersainglah yang dapat diharapkan akan mampu bertahan dan meraih
kesuksesan.
Oleh karena itu , reformasi dunia pendidikan
merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilaksanakan dan mengidentifikasi
jenis-jenis pendidikan yang dapat dijadikan unggulan di masa mendatang.
Analisis yang dilakukan dengan memperhatikan semua faktor yang ada yang dapat
dimanfaatkan untuk menciptakan program pendidikan yang mampu bersaing, baik
lulusan yang dipasarkan di dalam negeri
maupun mencari dunia yang lebih besar.
Tampaknya akan
ada glombang besar berupa munculnya perkembangan dan tuntutan ide budaya
global, seperti kemajuan pada bidang teknologi di berbagai sektor. Masyarakat sebagai
Sumber Daya Manusia harus mampu menggunakan, memberdayakan, mengembangkan
bahkan menciptakan bidang teknologi tersebut untuk kemaslahatan umat. Hal ini
berarti bahwa perkembangan tersebut bisa dikuasai warga masyarakat apabila warga masyarakat tersebut sudah
mengikuti pendidikan yang sistematis, inovatif, dan kreatif.
Bersamaan
dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan lulusan pendidikan untuk dapat menghasilkan produk unggulan bernilai tambah yang tinggi
dan padat keterampilan. Dengan demikian program kegiatan pendidikan perlu untuk
tetap memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki, namun bergerak menuju
penciptaan keunggulan kompetitif yang dinamis.
II. Konsep Daya Saing
Keunggulan daya saing suatu lembaga
pendidikan dapat diperoleh melalui pemenuhan sifat produk sebagai berikut:
1) Harga lebih
murah;
2) Kualitas lebih
baik dan diferensiasi;
3) Kualitas
layanan prima (lebih cepat, baik, baru, sederhana dan murah).
Keunggulan kualitas pendidikan dapat dilihat dari sisi
yang lebih luas seperti halnya citra lembaga pendidikan, citra keandalan lulusan,
pertimbangan psikologis pangsa pasar dan sebagainya.
Faktor-faktor yang dapat mendukung terciptanya keunggulan
daya saing suatu program pendidikan terdiri dari banyak hal dan dapat
dikelompokkan pada 4 faktor utama, yaitu:
a. Faktor kondisi dasar;
b. Faktor kondisi permintaan pasar domestik;
c. Faktor kondisi pendukung lembaga pendidikan;
d. Faktor kondisi struktur lembaga pendidikan, strategi
dan persaingan
sehat.
Faktor kondisi dasar meliputi tersedianya tenaga
kependidikan dengan upah yang memadai, tersedianya peserta didik dengan
estándar kompetensi dasar yang lebih baik, tersedianya sarana dan prasarana
yang menguntungkan proses pembelajaran, tersedianya dana penyelenggaraan
pendidikan yang murah, tersedianya teknologi pendidikan yang memadai, kondisi
lingkungan dan suasana belajar yang mendukung, posisi geografis dan sebagainya.
Faktor permintaan pasar domestik ikut menentukan bentuk,
kualitas serta citra lulusan bagi penyerapan tenaga kerja.
Faktor kondisi pendukung lembaga pendidikan akan sangat
menentukan daya saing lembaga pendidikan tertentu melalui pasokan tenaga kerja
dan jasa yang dihasilkan.
Faktor kondisi struktur lembaga pendidikan, strategi dan
persaingan sehat akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi daya saing
suatu lembaga pendidikan. Praktek
monopoli, struktur lembaga pendidikan yang tidak efisien, strategi
pemasaran yang kurang sehat akan melemahkan daya saing yang dimiliki oleh
lembaga pendidikan tertentu.
Perlu diingat banyak dari faktor tersebut bukan hanya
pemberian dari alam begitu saja, akan tetapi harus diciptakan dan dikembangkan
sendiri dengan menggunakan daya kreatifitas dan inovasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada
dua jenis faktor pendukung daya saing, yaitu yang diberikan oleh alam dan yang
harus dikembangkan melalui kemampuan sumber daya manusia. Faktor kemampuan
sumber daya manusia akan lebih menonjol
peranannya, terutama untuk pengembangan lembaga pendidikan dan jenis-jenis
prodi atau fakultas yang tinggi kandungan teknologi pendidikannya.
III. Konsep Kemandirian
Lembaga Pendidikan Tinggi
Kegiatan yang seharusnya
dilakukan oleh suatu lembaga Pendidikan tinggi secara lengkap akan meliputi
banyak hal yang dimulai dari identifikasi lulusan yang dibutuhkan masyarakat,
perencanaan, pelaksanaan, pendistribusian
dan pemasaran ke pemerintah, swasta dan masyarakat.
Menurut Ginanjar Kartasasmita
(1995) kemandirian bersumber dari kemampuan bangsa untuk bertahan dalam
lingkungan yang berubah, baik lingkungan alam, masyarakat maupun lingkungan
antarbangsa tanpa mengorbankan jatidiri. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang
tidak perlu tergantung kepada bangsa / orang lain untuk kelangsungan hidupnya,
karena memiliki ketahanan terhadap perubahan-perubahan dunia. Dalam pengertian
yang lebih luas , kemandirian bukan hanya bersumber dari kemampuan untuk
menjamin kelangsungan hidup tetapi juga untuk tumbuh dan berkembang dengan
kekuatan sendiri.
Jika diperlukan lebih lanjut,
dapat dilihat bahwa untuk beberapa jenis perguruan tinggi di suatu negara,
hanya sebagian saja dari beberapa kegiatan tersebut di atas yang dilaksanakan
oleh perguruan tinggi tersebut, sedangkan kegiatan lainnya dilakukan oleh pihak
lain.
Selain itu, ada beberapa
perguruan tinggi yang melakukan hampir seluruh kegiatan tersebut dan perguruan
tinggi yang demikian menunjukkan bentuk kemandirian yang lebih besar.
Berdasarkan luasnya cakupan
kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu
Perguruan Tinggi, maka terdapat 3 jenis Perguruan Tinggi sebagai berikut:
- Perguruan Tinggi Mandiri;
- Perguruan Tinggi Lisensi;
3. Perguruan Tinggi Relokasi.
Perguruan Tinggi mandiri adalah
perguruan tinggi yang memiliki merek sendiri atas lulusan yang dihasilkan,
melaksanakan seluruh kegiatan pembelajaran yang dimulai dari identifikasi
kebutuhan pendidikan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat sampai dengan
pemasaran lulusan.
Menurut Ginanjar (1995)
kemandirian itu dicerminkan oleh beberapa hal, antara lain:
1) Memiliki SDM, yang tercermin dari makin banyaknya tenaga profesional yang
berkualitas yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangungan.
2) Makin kecilnya ketergantungan pada sumber pembiayaan dan modal investasi
Luar Negeri seiring dengan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri yang semakin
kukuh.
3) Memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok secara cukup dan memadai,
dan / atau jika tidak memungkinkan, ketergantungan itu harus diimbangi dengan
keunggulan lain agar tidak membuat kelemahan dan kerawanan.
4) Memiliki daya tahan ekonomi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi
dunia.
Perguruan Tinggi Lisensi adalah
Perguruan Tinggi yang melakukan kegiatan pembelajaran seperti Perguruan Tinggi
Mandiri, kecuali merek lulusan yang dipasarkan masih menggunakan pemberi
lisesnsi.
Perguruan Tinggi Relokasi adalah
Perguruan Tinggi yang melakukan kegiatannya hanya melaksanakan proses
pembelajaran saja, sedangkan kegiatan lainnya dilakukan oleh kampus induk.
Jika sektor pendidikan dapat
dianggap sebagai sektor produktif, keempat persyaratan tersebut sangat penting
dijadikan acuan untuk kemandirian dalam membangun sektor pendidikan. Untuk
mewujudkan fungsi agar menghasilkan SDM yang berkualitas, pendidikan memerlukan
aparatur yang profesional baik sebagai pengambil kebijakan, pemikir dan
pengembang sistem, pelaksana teknis, maupun sebagai pengelola pendidikan dan
tenaga kependidikan.
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa
Lembaga Perguruan Tinggi yang dapat berkembang di suatu wilayah akan sangat
ditentukan oleh tinggi rendahnya kemampuan sumber daya manusia pengelola
pendidikan dan tenaga kependidikan. Dalam kondisi saat ini, erat hubungannya
tingkat kemampuan sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah dengan
komposisi tingkat pendidikan yang dicapai.
Perguruan Tinggi yang mandiri
memiliki hak, kebebasan serta kemampuan untuk menentukan nasib sendiri dan masa
depannya secara demokratis.
III. Strategi Penyiapan
Sumber Daya Manusia di Perguruan Tinggi
Untuk melaksanakan pembinaan
terhadap Perguruan Tinggi diperlukan sejumlah tenaga kependidikan yang
berkualitas. Kuantitas dan kualitas tenaga Kependidikan tersebut diperoleh
melalui jalur pendidikan, seperti diketahui pada saat ini tingkat pendidikan
rata-rata tenaga kependidikan di Perguruan tinggi di daerah relatif masih
rendah sehingga banyak keterbatasan dalam upaya meningkatkan kemampuan
lulusannya.
Berdasarkan Undang-undang RI
Nomor.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa pada BAB II tentang kedudukan
, fungsi dan Tujuan pasal 3 Dosen
mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi
yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan sertifikat pendidik. Dan pada pasal 5 Kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, sosial budaya serta pengabdian kepada
masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Selanjutnya pada BAB III prinsip
profesionalitas pasal 7 ayat (1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
- memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
- memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
- memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
- memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
- memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
- memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
- memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
- memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
- memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru dan dosen.
Tertinggalnya kemajuan pembangunan di Indonesia bila dibandingkan dengan
kemajuan pembangunan di negara lain adalah karena ketidak sesuaian antara
kualitas lulusan sarjana dan pasca sarjana dengan kebutuhan pemerintah, swasta
dan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah melakukan peningkatan kemampuan
penguasaan IPTEK dan IMTAQ oleh masyarakat.
Peningkatan mutu
pendidikan tinggi, khususnya upaya memperkuat kemampuan bangsa Indonesia
menguasai IPTEK dan memiliki IMTAQ yang kokoh dalam rangka menunjang
pengembangan industri Indonesia di masa mendatang adalah sama pentingnya dengan
upaya penuntasan Wajib Belajar, penuntasa Buta Aksara, pengentasan kemiskinan,
peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan.
Saat ini Indonesia
terkesan telah memiliki cukup kemampuan menampung mahasiswa di Perguruan Tinggi
negeri maupun swasta, sudah tiba saatnya bagi kita untuk lebih menekankan bukan
hanya pada pemerataan untuk memperoleh pendidikan dan akses pendidikan akan
tetapi juga pada peningkatan mutu pendidikan, pengajaran, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan langsung oleh perguruan tinggi.
Alasannya adalah bahwa pada akhirnya perluasan dan perkembangan sistem
pendidikan tinggi akan sangat bergantung pada kualitas lulusannya.
Mutu pendidikan tinggi sangat bergantung pada mutu pendidikan,
penelitian dan pengabdian yang dihasilkan. Khususnya pada jenjang pasca
sarjana, lebih dari itu mutu pendidkan tinggi harus dipandang dari sisi mutu
lulusan dengan seperangkat kemampuannya dalam mengembangkan dan menerapkan IPTEK
dan IMTAQ dalam berbagai bidang kehidupan.
IV. Peningkatan Kualitas
dan Relevansi Perdidikan Tinggi
Seiring dengan upaya
peningkatan Kualitas SDM melalui
konsolidasi dan perbaikan kualitas pendidikan tinggi, maka perlu dilakukan
suatu peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi sehinga pemenuhan
kebutuhan SDM untuk pembangunan bidang unggulan dapat tercapai.
Peningkatan kualitas dan
relevansi pendidikan tinggi melalui 6 (enam) komponen sebagai berikut:
1). Standar akademik, yang meliputi tingkat kesesuaian
mata kuliah dengan kemampuan yang diharapkan, kemutakhiran dan relevansi
kurikulum dan tujuan pencapaiannya.
2). Kualitas proses pembelajaran yang meliputi kualitas
dan motivasi tenaga kependidikan, efektifitas proses pembelajaran, manajemen
perkuliahan, kemampuan mahasiswa dalam hal pengetauan, pengertian dan kompetensi.
3). Kualitas dukungan oleh infrastruktur administratif
terhadap kelancaran kegiatan akademik.
4). Kualitas keberhasilan peserta didik, baik secara
formal melalui evaluasi maupun dari segi kepuasan peserta didik selama menempuh
pendidikan.
5) Relevansi kegiatan penelitian dan pengabdian pada
masyarakat dengan kualitas perkuliahan yang diberikan.
6). Kualitas sumber daya pendukung (material dan fisik untuk
efektifitas proses pembelajaran).
Nilai tambah
yang tinggi akan diperoleh jika SDM atau pelaku pembangunan mempunyai
produktivitas yang tinggi antara lain melalui kemampuan berinovasi dan
pembangunan IPTEK dan IMTAQ. Pembentukan kemampuan inovasi dan pengembangan
IPTEK dan IMTAQ harus diupayakan melalui pendidikan. Beberapa indikator
kemajuan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat pendidikan di Indonesia dengan negara lain. Indikator
tersebut antara lain distribusi tenaga pengajar pada berbagai mata kuliah,
kesesuaian antar bidang studi dengan pekerjaan, distribusi lulusan perguruan
tinggi menurut bidang studi sesuai dengan daya serap pasar kerja dan kebutuhan
masyarakat, hasil penelitian publikasi ilmiah, jumlah paten yang dihasilkan dan
sebagainya.
V. PENUTUP
Berdasarkan
uraian terrsebut di atas, perlu diupayakan strategis dalam rangka mempersiapkan
angkatan kerja untuk dapat bersaing kompeteisi global. Pendidikan sebagai salah
satu unsur terpenting dalam penyiapan tersebut harus dilakukan dengan
terencana, terprogram, terstruktur, terarah dan terukur sehingga pemanfaatan
sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan akan efektif dan efisien.
Pengendalian
mutu pendidikan menyangkut dua aspek, yaitu administratif adalah pemerataan
sumberdaya pendidikan, serta aspek substansi adalah pencapaian mutu lulusan.
Mutu akademis pendidikan perlu dikendalikan oleh pemerintah pusat dengan
mendayagunakan lembaga profesional bidang pengujian dan pengukuran dan
disesuaikan dengan kondisi objektif di daerah.
Daftar Pustaka
Bambang Soehendro. 1996. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi
Jangka Panjang.
Boediono. 1998. Dampak
Krisis Ekonomi dan Moneter terhadap
Pendidikan. Jakarta, Pusat
Penelitian Sains dan Teknologi,
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
Kartasasmita, Ginanjar. 1995. PeningkatanKkualitas Aparatur Negara
dalam Menumbuhkembangkan
Kemandirian Masyarakat
dalam Pembangunan Nasional.
Jakarta. Sespanas,
Lembaga Administrasi Negara, RI.
Porter, M.E. 1990. The
competitive Advantage of Nation, The Free Press;
New York.
Undang-undang RI. Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Jakarta.