Kamis, 12 November 2015

PERGURUAN TINGGI DAN PROFESIONALISME TENAGA KEPENDIDIKAN (STUDI DI STAISMAN PANDEGLANG)


PERGURUAN TINGGI DAN PROFESIONALISME TENAGA KEPENDIDIKAN
(STUDI DI STAISMAN PANDEGLANG)

MASRUPI

Kecenderungan perubahan dunia pendidikan  masa mendatang selalu melibatkan kehilangan masa lalu, rutinitas, kenyamanan, dan hubungan. Dampak dari perubahan adalah pertumbuhan dan perkembangan baik yang mengarah pada hal yang positif maupun yang negatif. Bila perubahan berdampak positif maka masyarakat menjadi antusiasme, memiliki kesempatan, dapat mengalahkan tantangan, memperoleh keterampilan baru, adanya pengharagaan, memberikan kepuasan, bertambah pengalaman dan timbul minat belajar dan memberikan dorongan motivasi. Sedangkan yang berdampak negatif, maka masyarakat menjadi ketakutan, timbul kegelisahan, kehilangan kepercayaan, terserang stress, kebingungan, kehilangan teman dan jauh dari kelompok, terjadi konflik dan menimbulkan masalah bagi keluarga. Mahasiswa sebagai Agent of Change diharapkan mampu dan memiliki kompetensi untuk mengelola perubahan agar tetap maju dalam gelombang perubahan yang berkesinambungan. Tuntutan paradigma baru pelayanan pendidikan tinggi harus lebih baik,  baru, cepat, sederhana, murah,  terbuka, rasional, profesional, maju dan mandiri (better, newer, faster, simpler, cheaper, transparant, rasional, professional, develop, and independent) . 


 I.   pendahuluan


Perubahan kondisi dunia pendidikan di masa mendatang dalam bentuk kecenderungan persaingan yang makin ketat, masuknya pesaing baru dari negeri jiran baik negara berkembang maupun negara maju yang juga melaksanakan program pendidikan, berubahnya tingkat ekonomi masyarakat,  perubahan IPTEK  dengan cepat,  akan mempengaruhi secara langsung terhadap  kondisi pembangunan di Indonesia.
Bidang pendidikan kita  yang rapuh dan kurang mampu bersaing secara global akan terancam eksistensinya, dan hanya lembaga pendidikan yang memiliki keunggulan bersainglah yang dapat diharapkan akan mampu bertahan dan meraih kesuksesan.
Oleh karena itu , reformasi dunia pendidikan merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilaksanakan dan mengidentifikasi jenis-jenis pendidikan yang dapat dijadikan unggulan di masa mendatang. Analisis yang dilakukan dengan memperhatikan semua faktor yang ada yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan program pendidikan yang mampu bersaing, baik lulusan yang dipasarkan di dalam negeri  maupun mencari dunia yang lebih besar.
Tampaknya  akan ada glombang besar berupa munculnya perkembangan dan tuntutan ide budaya global, seperti kemajuan pada bidang teknologi di berbagai sektor. Masyarakat sebagai Sumber Daya Manusia harus mampu menggunakan, memberdayakan, mengembangkan bahkan menciptakan bidang teknologi tersebut untuk kemaslahatan umat. Hal ini berarti bahwa perkembangan tersebut bisa dikuasai warga masyarakat  apabila warga masyarakat tersebut sudah mengikuti pendidikan yang sistematis, inovatif, dan kreatif.
            Bersamaan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan lulusan pendidikan  untuk dapat menghasilkan  produk unggulan bernilai tambah yang tinggi dan padat keterampilan. Dengan demikian program kegiatan pendidikan perlu untuk tetap memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki, namun bergerak menuju penciptaan keunggulan kompetitif yang dinamis.
II. Konsep Daya Saing
      Keunggulan daya saing suatu lembaga pendidikan dapat diperoleh melalui pemenuhan sifat  produk sebagai berikut:
1) Harga lebih murah;
2) Kualitas lebih baik dan diferensiasi;
3) Kualitas layanan prima (lebih cepat, baik, baru, sederhana dan murah).
Keunggulan kualitas pendidikan dapat dilihat dari sisi yang lebih luas seperti halnya citra  lembaga pendidikan, citra keandalan lulusan, pertimbangan psikologis pangsa pasar dan sebagainya.
Faktor-faktor yang dapat mendukung terciptanya keunggulan daya saing suatu program pendidikan terdiri dari banyak hal dan dapat dikelompokkan pada 4 faktor utama, yaitu:
a. Faktor kondisi dasar;
b. Faktor kondisi permintaan pasar domestik;
c. Faktor kondisi pendukung lembaga pendidikan;
d. Faktor kondisi struktur lembaga pendidikan, strategi dan persaingan
    sehat.
Faktor kondisi dasar meliputi tersedianya tenaga kependidikan dengan upah yang memadai, tersedianya peserta didik dengan estándar kompetensi dasar yang lebih baik, tersedianya sarana dan prasarana yang menguntungkan proses pembelajaran, tersedianya dana penyelenggaraan pendidikan yang murah, tersedianya teknologi pendidikan yang memadai, kondisi lingkungan dan suasana belajar yang mendukung, posisi geografis dan sebagainya.
Faktor permintaan pasar domestik ikut menentukan bentuk, kualitas serta citra lulusan bagi penyerapan tenaga kerja.
Faktor kondisi pendukung lembaga pendidikan akan sangat menentukan daya saing lembaga pendidikan tertentu melalui pasokan tenaga kerja dan jasa yang dihasilkan.
Faktor kondisi struktur lembaga pendidikan, strategi dan persaingan sehat akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi daya saing suatu lembaga pendidikan. Praktek  monopoli, struktur lembaga pendidikan yang tidak efisien, strategi pemasaran yang kurang sehat akan melemahkan daya saing yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tertentu.
Perlu diingat banyak dari faktor tersebut bukan hanya pemberian dari alam begitu saja, akan tetapi harus diciptakan dan dikembangkan sendiri dengan menggunakan daya kreatifitas dan inovasi.  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis faktor pendukung daya saing, yaitu yang diberikan oleh alam dan yang harus dikembangkan melalui kemampuan sumber daya manusia. Faktor kemampuan sumber daya manusia  akan lebih menonjol peranannya, terutama untuk pengembangan lembaga pendidikan dan jenis-jenis prodi atau fakultas yang tinggi kandungan teknologi pendidikannya.

III. Konsep Kemandirian Lembaga Pendidikan Tinggi
      Kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh suatu lembaga Pendidikan tinggi secara lengkap akan meliputi banyak hal yang dimulai dari identifikasi lulusan yang dibutuhkan masyarakat, perencanaan, pelaksanaan, pendistribusian  dan pemasaran ke pemerintah, swasta dan masyarakat.
      Menurut Ginanjar Kartasasmita (1995) kemandirian bersumber dari kemampuan bangsa untuk bertahan dalam lingkungan yang berubah, baik lingkungan alam, masyarakat maupun lingkungan antarbangsa tanpa mengorbankan jatidiri. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang tidak perlu tergantung kepada bangsa / orang lain untuk kelangsungan hidupnya, karena memiliki ketahanan terhadap perubahan-perubahan dunia. Dalam pengertian yang lebih luas , kemandirian bukan hanya bersumber dari kemampuan untuk menjamin kelangsungan hidup tetapi juga untuk tumbuh dan berkembang dengan kekuatan sendiri.
      Jika diperlukan lebih lanjut, dapat dilihat bahwa untuk beberapa jenis perguruan tinggi di suatu negara, hanya sebagian saja dari beberapa kegiatan tersebut di atas yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi tersebut, sedangkan kegiatan lainnya dilakukan oleh pihak lain.
      Selain itu, ada beberapa perguruan tinggi yang melakukan hampir seluruh kegiatan tersebut dan perguruan tinggi yang demikian menunjukkan bentuk kemandirian yang lebih besar.
      Berdasarkan luasnya cakupan kegiatan yang dilaksanakan  oleh suatu Perguruan Tinggi, maka terdapat 3 jenis Perguruan Tinggi sebagai berikut:
  1. Perguruan Tinggi Mandiri;
  2. Perguruan Tinggi Lisensi;
3. Perguruan Tinggi Relokasi.
      Perguruan Tinggi mandiri adalah perguruan tinggi yang memiliki merek sendiri atas lulusan yang dihasilkan, melaksanakan seluruh kegiatan pembelajaran yang dimulai dari identifikasi kebutuhan pendidikan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat sampai dengan pemasaran lulusan.
      Menurut Ginanjar (1995) kemandirian itu dicerminkan oleh beberapa hal, antara lain:
1)    Memiliki SDM, yang tercermin dari makin banyaknya tenaga profesional yang berkualitas yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangungan.
2)    Makin kecilnya ketergantungan pada sumber pembiayaan dan modal investasi Luar Negeri seiring dengan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri yang semakin kukuh.
3)    Memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok secara cukup dan memadai, dan / atau jika tidak memungkinkan, ketergantungan itu harus diimbangi dengan keunggulan lain agar tidak membuat kelemahan dan kerawanan.
4)    Memiliki daya tahan ekonomi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia.
      Perguruan Tinggi Lisensi adalah Perguruan Tinggi yang melakukan kegiatan pembelajaran seperti Perguruan Tinggi Mandiri, kecuali merek lulusan yang dipasarkan masih menggunakan pemberi lisesnsi.
      Perguruan Tinggi Relokasi adalah Perguruan Tinggi yang melakukan kegiatannya hanya melaksanakan proses pembelajaran saja, sedangkan kegiatan lainnya dilakukan oleh kampus induk.
      Jika sektor pendidikan dapat dianggap sebagai sektor produktif, keempat persyaratan tersebut sangat penting dijadikan acuan untuk kemandirian dalam membangun sektor pendidikan. Untuk mewujudkan fungsi agar menghasilkan SDM yang berkualitas, pendidikan memerlukan aparatur yang profesional baik sebagai pengambil kebijakan, pemikir dan pengembang sistem, pelaksana teknis, maupun sebagai pengelola pendidikan dan tenaga kependidikan.
       Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa Lembaga Perguruan Tinggi yang dapat berkembang di suatu wilayah akan sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kemampuan sumber daya manusia pengelola pendidikan dan tenaga kependidikan. Dalam kondisi saat ini, erat hubungannya tingkat kemampuan sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah dengan komposisi tingkat pendidikan yang dicapai.
      Perguruan Tinggi yang mandiri memiliki hak, kebebasan serta kemampuan untuk menentukan nasib sendiri dan masa depannya secara demokratis.
           
III. Strategi Penyiapan Sumber Daya Manusia di Perguruan Tinggi

      Untuk melaksanakan pembinaan terhadap Perguruan Tinggi diperlukan sejumlah tenaga kependidikan yang berkualitas. Kuantitas dan kualitas tenaga Kependidikan tersebut diperoleh melalui jalur pendidikan, seperti diketahui pada saat ini tingkat pendidikan rata-rata tenaga kependidikan di Perguruan tinggi di daerah relatif masih rendah sehingga banyak keterbatasan dalam upaya meningkatkan kemampuan lulusannya.
      Berdasarkan Undang-undang RI Nomor.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa pada BAB II tentang kedudukan , fungsi dan Tujuan  pasal 3 Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Dan pada pasal 5 Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, sosial budaya serta pengabdian kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
      Selanjutnya pada BAB III prinsip profesionalitas pasal 7 ayat (1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
  1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
  2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
  3. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
  4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
  5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
  6. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
  7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
  8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
  9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru dan dosen.
Tertinggalnya kemajuan pembangunan di Indonesia bila dibandingkan dengan kemajuan pembangunan di negara lain adalah karena ketidak sesuaian antara kualitas lulusan sarjana dan pasca sarjana dengan kebutuhan pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah melakukan peningkatan kemampuan penguasaan IPTEK dan IMTAQ oleh masyarakat.
            Peningkatan mutu pendidikan tinggi, khususnya upaya memperkuat kemampuan bangsa Indonesia menguasai IPTEK dan memiliki IMTAQ yang kokoh dalam rangka menunjang pengembangan industri Indonesia di masa mendatang adalah sama pentingnya dengan upaya penuntasan Wajib Belajar, penuntasa Buta Aksara, pengentasan kemiskinan, peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan.
            Saat ini Indonesia terkesan telah memiliki cukup kemampuan menampung mahasiswa di Perguruan Tinggi negeri maupun swasta, sudah tiba saatnya bagi kita untuk lebih menekankan bukan hanya pada pemerataan untuk memperoleh pendidikan dan akses pendidikan akan tetapi juga pada peningkatan mutu pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan langsung oleh perguruan tinggi. Alasannya adalah bahwa pada akhirnya perluasan dan perkembangan sistem pendidikan tinggi akan sangat bergantung pada kualitas lulusannya.
            Mutu pendidikan tinggi sangat bergantung pada mutu pendidikan, penelitian dan pengabdian yang dihasilkan. Khususnya pada jenjang pasca sarjana, lebih dari itu mutu pendidkan tinggi harus dipandang dari sisi mutu lulusan dengan seperangkat kemampuannya dalam mengembangkan dan menerapkan IPTEK dan IMTAQ dalam berbagai bidang kehidupan.

IV. Peningkatan Kualitas dan Relevansi Perdidikan Tinggi
            Seiring dengan upaya peningkatan Kualitas SDM  melalui konsolidasi dan perbaikan kualitas pendidikan tinggi, maka perlu dilakukan suatu peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi sehinga pemenuhan kebutuhan SDM untuk pembangunan bidang unggulan dapat tercapai.
            Peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi melalui 6 (enam) komponen sebagai berikut:
1). Standar akademik, yang meliputi tingkat kesesuaian mata kuliah dengan kemampuan yang diharapkan, kemutakhiran dan relevansi kurikulum dan tujuan pencapaiannya.
2). Kualitas proses pembelajaran yang meliputi kualitas dan motivasi tenaga kependidikan, efektifitas proses pembelajaran, manajemen perkuliahan, kemampuan mahasiswa dalam hal pengetauan, pengertian dan kompetensi.
3). Kualitas dukungan oleh infrastruktur administratif terhadap kelancaran kegiatan akademik.
4). Kualitas keberhasilan peserta didik, baik secara formal melalui evaluasi maupun dari segi kepuasan peserta didik selama menempuh pendidikan.
5) Relevansi kegiatan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dengan kualitas perkuliahan yang diberikan.
6). Kualitas sumber daya pendukung (material dan fisik untuk efektifitas proses pembelajaran).
     Nilai tambah yang tinggi akan diperoleh jika SDM atau pelaku pembangunan mempunyai produktivitas yang tinggi antara lain melalui kemampuan berinovasi dan pembangunan IPTEK dan IMTAQ. Pembentukan kemampuan inovasi dan pengembangan IPTEK dan IMTAQ harus diupayakan melalui pendidikan. Beberapa indikator kemajuan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pendidikan di Indonesia dengan negara lain. Indikator tersebut antara lain distribusi tenaga pengajar pada berbagai mata kuliah, kesesuaian antar bidang studi dengan pekerjaan, distribusi lulusan perguruan tinggi menurut bidang studi sesuai dengan daya serap pasar kerja dan kebutuhan masyarakat, hasil penelitian publikasi ilmiah, jumlah paten yang dihasilkan dan sebagainya.

V. PENUTUP
      Berdasarkan uraian terrsebut di atas, perlu diupayakan strategis dalam rangka mempersiapkan angkatan kerja untuk dapat bersaing kompeteisi global. Pendidikan sebagai salah satu unsur terpenting dalam penyiapan tersebut harus dilakukan dengan terencana, terprogram, terstruktur, terarah dan terukur sehingga pemanfaatan sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan akan efektif dan efisien.
      Pengendalian mutu pendidikan menyangkut dua aspek, yaitu administratif adalah pemerataan sumberdaya pendidikan, serta aspek substansi adalah pencapaian mutu lulusan. Mutu akademis pendidikan perlu dikendalikan oleh pemerintah pusat dengan mendayagunakan lembaga profesional bidang pengujian dan pengukuran dan disesuaikan dengan kondisi objektif di daerah.

Daftar Pustaka
Bambang Soehendro. 1996. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi
                    Jangka Panjang.
Boediono. 1998. Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter terhadap
                     Pendidikan. Jakarta, Pusat Penelitian Sains dan Teknologi,
                     Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
Kartasasmita, Ginanjar. 1995. PeningkatanKkualitas Aparatur Negara
                     dalam Menumbuhkembangkan Kemandirian Masyarakat
                     dalam Pembangunan Nasional. Jakarta. Sespanas,
                     Lembaga Administrasi Negara, RI.
Porter, M.E. 1990. The competitive Advantage of Nation, The Free Press;
                     New York.
Undang-undang RI. Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
                    Jakarta.
















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar